Mungkin kalian semua bakal bingung membaca judul tulisan
ini. Ya, karena negara memang memelihara semua anak-anak di Indonesia. Tapi
bukan itu yang akan aku maksud, yang aku maksud adalah anak-anak
yang disebut di Undang Undang Dasar kita, UUD 1945, Pasal 34 Ayat (1) : “Fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Sebenarnya anak-anak yang
aku ceritakan kali ini tidak sepenuhnya bisa disebut ‘terlantar’, cuma
menurutku seharusnya mereka tidak melakukan hal-hal itu untuk menyambung
hidupnya.
Bagi kalian yang belum mengenal aku atau baru membuka
blog-ku Absurd ini, perkenalkan namaku Cahya. Aku lahir dan dibesarkan di
Surabaya, walau pada kenyataannya aku tinggal di kecamatan Waru - kabupaten Sidoarjo yang berbatasan
langsung dengan Kota Surabaya. Sudah sekitar 3 tahun ini aku merantau di
Sulawesi, sekitar 5 bulan di Makassar dan kemudian pindah ke Mamuju – Sulawesi
Barat. Selama di dua kota itu aku memperhatikan ada banyak anak-anak yang
menyambung hidupnya di jalanan tapi berbeda cara untuk dapat menyambung hidupnya.
Yang pertama adalah di Makassar, pertama kali datang ke
Makassar aku menyempatkan diri untuk berbelanja di Mall Panakukkang sebuah mall
yang cukup besar di Makassar. Pemandangan cukup mencolok hadir ketika aku
keluar dari mall dan melihat banyaknya anak-anak yang berlari di perempatan
jalan di sekitar traffic light.
Dengan jumlah yang cukup banyak mereka menghampiri satu per satu kendaraan yang
berhenti untuk memohon belas kasihan dari pengendara-pengendara di sana.
Mungkin sebenarnya di Surabaya dulu juga ada anak-anak seperti itu, tapi yang
membuat aku kaget adalah jumlahnya yang cukup banyak dan ini belum pernah aku temui di Surabaya, padahal perempatan itu
juga gak besar-besar amat menurutku.
Anak Jalanan Di Perempatan Mall Panakukkang Makassar (Sumber: Blog The Afdhal)
Pernah suatu hari aku ke sana dan kondisi cuaca saat
itu hujan sangat deras. Dan ternyata mereka masih saja ada di sana dan sambil
hujan-hujanan mereka menghampiri satu per satu kendaraan yang berhenti area
lampu merah. Miris memang, tapi ada satu lagi yang membuat miris, tepat di
halaman sebuah Ruko yang cukup besar yang lokasinya pas di sudut perempatan
jalan Mall Panakukkang itu, ada banyak ibu-ibu yang berpakaian bak pengemis
yang hanya berteduh tanpa menyuruh anak-anak kecil itu untuk minggir dan menunggu hujan reda. Banyak
yang mengira mereka itu adalah Orang Tua dari si anak-anak kecil ini. Tapi
Orang Tua macam apa yang membiarkan anaknya melawan hujan untuk meminta belas
kasihan sedangkan dia sendiri hanya duduk berteduh. Tapi itu dulu sekitar tahun
2012, karena belakangan ini pemandangan itu sudah tidak lagi aku temui di sana.
Semoga saja itu adalah hasil tindakan positif dari Pemerintah Daerah setempat.
Tapi ada satu hal yang dari pertama aku menginjakkan kaki di
Makassar sampai sekarang masih saja ada, yaitu anak-anak yang meminta-minta di
Terminal Bus di Daya - Makassar. Di sana akan dapat ditemui bermacam-macam anak
yang berusaha untuk menyambung kehidupannya, mulai dari mereka yang menjajakan
air mineral, menjajakan apel dan buah yang bisa mereka bawa sampai mereka yang
hanya berkeliling sambil meminta-minta. Ada satu anak di sana yang bukannya
membuat orang menjadi kasihan malah membuat orang jadi enggan untuk
mengasihinya dan malah cenderung kesal. Dia ini adalah anak yang hanya berjalan
meyusuri lorong bus tanpa berkata apa pun dengan menadahkan tangan kanan untuk
meminta uang dan tangan kirinya dengan santai memegang minuman khas jajanan
anak-anak yang sedang di-sruput-nya.
Kita sendiri yang melihat jadi bingung, sebenarnya anak ini mau meminta-minta
untuk membantu keluarganya atau hanya sekedar untuk membeli jajanannya. Entah
lah, yang jelas aku pribadi kalau ragu-ragu dan berujung tidak ikhlas mending
tidak usah aku beri sekalian.
Berbeda lagi dengan yang ada di Mamuju. Selama aku di Mamuju
yang hampir menginjak 3 tahun lamanya, belum pernah aku menemui pengemis yang
berkeliaran walau di Terminal sekali pun. Luar biasa kan? Ya, memang itu salah
satu kelebihan kota ini menurutku. Tapi jangan salah, walaupun tidak ada
pengemis, tapi di sini banyak sekali ditemui anak-anak kecil yang berkeliling
menjual stiker. Stiker yang mereka jual ini bukan sembarang stiker, karena
mereka menjual stiker yang bertuliskan Ayat
Kursi. Aku curiga jangan-jangan ada misi dakwah terselubung yang dilakukan
anak-anak ini. Jangankan orang-orang yang berpakaian muslim, bahkan orang-orang
yang jelas-jelas non muslim pun juga ditawari stiker ini oleh mereka. Walaupun
mereka tidak mengemis, tapi cara jualannya itu lho.. Saya sendiri yang seorang penganut Islam kadang-kadang sampai
bingung dengan mereka ini, hampir setiap hari mereka berjualan stiker Ayat
Kursi. Kalau kita beli di salah satu anak, anak-anak yang lainnya bakalan
menyerbu kita juga. Lah buat apa
punya stiker ayat kursi yang banyak, mau ditempel semua di rumah? Mungkin bukan
cuma setan atau jin yang bakalan enggan masuk rumah kita, tapi malaikat juga
bakalan bingung lihat rumah yang penuh stiker ayat kursi. Menurutku seharusnya
mereka kreatif lah, jangan setiap hari jualan stiker ayat kursi. Buat saja
ayat-ayat atau surat-surat lain. Jadi kan menguntungkan kedua belah pihak, baik
penjual stiker maupun pembeli. Ngerti gak maksudku?
Jadi begini penjelasannya, seandainya anak-anak ini di hari
pertama berjualan stiker bertuliskan Surat Al-Fatihah dan saya membelinya, hari
kedua dia berjualan stiker bertuliskan Surat Al-Baqarah dan saya membelinya,
sampai terakhir dia berjualan stiker bertuliskan surat An-Nas dan sampai
terakhir itu juga saya beli stikernya, kan dia sudah untung banyak karena dapat
banyak uang dan saya sendiri juga untung karena sudah khatam Al-Quran. Menguntungkan kedua belah pihak kan? He..He..
Tapi apapun itu, seharusnya mereka tidak berada di sana untuk menjajakan stiker itu. Karena ujung-ujungnya mereka juga meminta-minta tapi dengan cara yang lebih tersamarkan. Tulisan ini sebenarnya aku buat bukan karena aku ingin mengkritik pemerintah, tapi aku juga mengkritik kita semua termasuk saya pribadi. Mungkin saja mereka-mereka ini ada karena kurangnya kepedulian kita terhadap mereka, mungkin saja kita kurang bersedekah atau berzakat yang sebenarnya dapat membantu mereka, atau mungkin saja kita sudah bersedekah dan berzakat tapi sasarannya yang kurang tepat. Semua itu cuma kemungkinan-kemungkinan saja. Yang jelas, jika sedekah kita zakat kita sudah tepat dan disertai adanya tindakan yang lebih maksimal dari pemerintah setempat mungkin mereka-mereka ini tidak pernah ada. Mungkin..