Pasca kejadian di pabrik mobil itu, aku sempat merasa bahwa apakah keputusan yang aku ambil itu salah. Apakah aku terlalu sombong sehingga pekerjaan di pabrik kertas yang ada di depan mata aku tolak begitu saja. Setelah itu hampir tidak ada hari tanpa aku mengirimkan lamaran kerja. Hampir tiap hari rasanya rute perjalananku hanya rumah - SAC, rumah - SAC dan begitu seterusnya. Satu persatu teman yang tidak lulus waktu itu sudah mendapatkan pekerjaannya. Dan aku, ya tetap saja sama, masih tidak ada gambaran.
Selang sekitar dua bulan, akhirnya lamaran itu berbalas. Aku mendapatkan panggilan untuk wawancara di sebuah pabrik kimia milik Jepang. Pabrik itu berada di Bekasi. Dengan semangat baru aku meluncur ke Bekasi dengan sebuah kereta api ekonomi. Perlu aku gambarkan bahwa Kereta Api Ekonomi waktu itu tidak seperti Kereta Api Ekonomi sekarang yang sudah sangat nyaman. Kereta Api ekonomi saat itu layaknya bus kota yang berjalan di atas rel. Masih ada yang namanya 'tiket berdiri', padahal saat itu hal tersebut sudah ilegal. Tapi masih saja ada oknum yang melakukan hal tersebut.
Duduk di sampingku seorang bapak yang sudah agak tua, beliau bekerja sebagai supir truk pengantar mobil-mobil baru. Kalau pernah lihat ada truk sangat panjang dengan muatan mobil-mobil baru, nah bapak itu salah satu supir truk tersebut. Duduk di hadapanku sepasang suami istri yang juga sudah tidak muda lagi. Mereka hendak mengunjungi anaknya di sebuah kota di Jawa Tengah. Mereka semua bercerita mengenai pengalaman hidup mereka. Bapak disebelahku bercerita suka duka pekerjaannya, beliau juga bercerita mengenai pengalamannya bekerja mengendarai truk lintas Sumatera dimana untuk mencapai kota tujuan bisa memakan waktu berhari-hari. Beliau berkata rindu dengan kondisi Sumatera dulu yang masih asri, yang masih belum 'dijajah' oleh kebun kelapa sawit. Satu pesan yang aku tangkap dari cerita belau adalah bagaimana dia dapat menikmati pekerjaannya tersebut. Bapak yang ada dihadapanku bercerita juga mengenai kehidupannya dulu ketika masih merantau di Sumatera. Kebetulan dia juga pernah di Sumatera sehingga obrolan antara supir truk di sebelahku dengan pasangan suami istri di depanku 'nyambung'.
Tidak terasa malam telah tiba, tiba-tiba bapak di sebelahku meminta ijin untuk tidur. Dengan bermodal koran bekas beliau menggelar koran di bawah kolong kursi kami. Dia tidur dengan nyenyaknya, seakan-akan tidak ada beban berat yang dia alami. Aku merasa malu dengan diriku saat itu, aku yang masih sangat muda dan baru saja lulus sudah hampir menyerah begitu saja dengan keadaanku. Sedangkan dia, dengan pekerjaan yang seberat itu di usia yang tidak lagi muda masih saja semangat untuk menjalani hari-harinya.
Kereta Api pun tiba di stasiun Bekasi. Artinya aku sudah sampai di tujuan. Aku tidak mempunyai saudara di Bekasi, hanya ada teman-teman kuliah yang kebetulan tinggal di dekat Bekasi. Namun tidak mungkin aku menuju ke sana, sedangkan tempat tinggalnya saja aku tidak tahu. Apalagi waktu wawancara tinggal beberapa jam lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk beristirahat, mandi dan berganti pakaian di Masjid Agung Kota Bekasi. Setelah selesai aku mencari ojek untuk mengantarku ke lokasi wawancara kerja. Akhirnya aku tiba di lokasi, tepatnya di sebuah pabrik kimia ternama di sana. Ternyata aku tidak sendiri, ada beberapa orang yang kurang lebih seumuranku juga berada di sana untuk wawancara. Setelah berbincang-bincang, ternyata aku baru tahu bahwa aku satu-satunya peserta terjauh dari lokasi pabrik. Karena mereka rata-rata berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
Wawancara pun berlangsung, dan berbeda dengan wawancara di pabrik mobil yang sebelumnya pertanyaan-pertanyaan itu masih dalam batas wajar. Mengetahui asalku yang sangat jauh dari Bekasi, pegawai SDM saat itu menganjurkan aku untuk tinggal sejenak di Bekasi sambil menunggu hari Senin dimana ada wawancara dengan orang Jepang wakil dari pemilik perusahaan tersebut. Saat itu hari Jumat sehingga aku harus menginap beberapa hari di Bekasi. Setelah wawancara tersebut teman kuliahku, Doni, yang bekerja di pabrik kimia itu mendatangiku dan menawarkan tinggal di kontrakannya. Kebetulan dia dan beberapa teman kuliahku lainnya yang bekerja di pabrik mobil tinggal di dekat Bekasi.
Karena Doni masih lembur, saya disarankan untuk naik bus kota menuju sebuah tempat perbelanjaan. Karena di sana teman-teman lain akan menemuiku selepas jam kerja. Bekasi saat itu hujan deras, jalanan macet sehingga butuh waktu lama untuk sampai di tujuan. Sampai di tujuan hujan sangat deras, sehingga tidak mungkin aku turun begitu saja untuk menuju tempat perbelanjaan. Untung saat itu ada seorang anak kecil yang menawari Ojek Payung. Dengan uang seadanya di kantong, aku memberi upah kepada anak kecil itu. Ternyata uang yang aku beri terlalu banyak dan dia tidak ada kembalian. Ya sudah aku ikhlaskan saja kelebihannya pikirku, toh juga aku masih menyimpan uang untuk digunakan beberapa hari kedepan. Akhirnya teman-temanku tiba, dengan seragam putihnya mereka menghampiriku. Seragam putih? Ya, dengan kata lain mereka itu adalah beberapa orang yang bekerja di pabrik mobil dimana aku gagal untuk diterima di sana waktu itu.
Singkat cerita dengan kendaraan umum kami sampai di kontrakan teman-temanku itu. Kontrakan itu ditinggali beberapa teman yang hampir semua bekerja di pabrik mobil, yaitu Setyo alias Tuwex (kebetulan kami satu SMA dan satu kampus), Sigit, dan Amin, kecuali Doni yang bekerja di pabrik kimia. Ada satu orang lagi yaitu mas Andri, saudara Amin yang juga tinggal di sana. Kebetulan kontrakan itu milik saudaranya Amin. Saat itu aku tidak ada rencana untuk berada lama di Bekasi, sehingga baju yang aku bawa terbatas. Uang pun juga terbatas. Dengan kata lain aku harus bisa berhemat-hemat dengan uang yang ada dan harus sering mencuci pakaian sehingga bisa aku gunakan sampai minimal dua hari berikutnya. Walaupun teman-teman selalu berkata semua biaya selama di Bekasi bisa mereka bantu, tapi tetap saja aku tidak enak dengan mereka.
Hari minggu tiba, besok saatnya untuk tahapan wawancara akhir. Tapi tiba-tiba ada email masuk, hari Selasa aku harus hadir di Universitas Brawijaya Kota Malang untuk tahapan tes Wawancara rekrutmen PLN yang artinya selangkah lagi aku bisa bekerja di PLN. Oh ya, aku hampir saja lupa kalau masih ada rekrutmen PLN yang masih belum selesai. Maklum, hampir semua yang pernah melamar kerja di PLN pasti merasakan betapa lamanya jeda waktu antar tahapan untuk rekrutmen di PLN. Sekedar informasi bahwa dalam rekrutmen PLN, kami hanya disuruh menunggu sambil memantau terus web PLN mengenai siapa saja yang lolos untuk tahapan berikutnya, tidak ada keterangan kapan pengumuman itu akan diumumkan.
Melihat kondisi itu, tentu saja teman-teman menyarankan agar aku segera pulang ke Surabaya dan mempersiapkan diri untuk wawancara PLN. Maklum, PLN adalah salah satu BUMN yang sangat besar. Bahkan mungkin menjadi tujuan utama lulusan-lulusan teknik elektro seperti aku. Aku langsung telpon ibuku untuk memberi tahukan informasi ini dan rencana aku untuk segera pulang ke Surabaya. Namun ternyata beliau tidak mengijinkan aku untuk pulang hari itu juga. Ibuku berkata bahwa aku harus mengikuti wawancara Senin besok, dan untuk transportasi balik ibuku mencarikan tiket pesawat. Satu yang waktu itu aku pikirkan, bertambah lagi biaya orang tuaku untuk aku. Apalagi tiket pesawat tidak murah dan diantara saudara-saudaraku, aku adalah yang pertama yang akan berpengalaman naik pesawat udara. Cupu memang kedengarannya, tapi memang seperti itu kenyataanya. Kebetulan aku bukan berasal dari keluarga yang sangat berada yang bisa bepergian sesuka hati dengan pesawat udara. Mungkin beliau masih punya tabungan untuk itu, tapi aku sendiri tidak enak kepada orang tuaku karena terus saja menambah beban keuangan bagi mereka. Tapi apa mau dikata, namanya kalau ibu sudah berkata A maka yang dilakukan harus A, bukan lainnya.
Malamnya aku hampir tidak bisa tidur, dengan modal laptop pinjaman beserta internetnya aku terus belajar pertanyaan apa yang kira-kira akan ditanyakan di wawancara PLN besok selasa. Saat itu tiba-tiba saja aku sudah tidak terbebani dengan wawancara di pabrik kimia.
Senin pun tiba, saatnya aku wawancara terakhir untuk rekutmen pabrik kimia. Di sana sudah ada orang HRD dan beberapa orang dari Jepang yang mewawancarai para peserta. Kebetulan untuk tahap ini semua peserta tes yang lolos diwawancara secara bersama-sama. Dan tes itu selesai, seperti biasa menunggu pengumuman apakah diterima atau tidak. Setelah itu aku bergegas menuju bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan bus Damri khusus Bandara.
Aku tiba di Surabaya Senin malam, benar benar malam, karena seingatku aku sampai di Surabaya sekitar jam 12 malam. Dan aku harus menjaga fisik supaya pagi-pagi benar bisa langsung menuju Unibraw Malang.
Keesokan paginya, dengan sepeda motor andalan masa kuliah aku berangkat ke kota Malang untuk tahapan wawancara. Syukur wawancara berlangsung lancar. Namun lagi-lagi aku diberi pertanyaan yang juga tidak lazim. Saat itu aku diwawancarai mengenai kegiatan masa-masa kuliah. Aku jawab saja bahwa selama kuliah aku tidak hanya belajar mengenai mata kuliah, namun juga ikut suatu TV Online milik ITS (saat itu masih bernama Eureka TV, sekarang ITS TV) untuk menjaga supaya tidak jenuh dengan masa-masa kuliah. Kebetulan aku juga gampang bosan, termasuk dengan materi kuliah sehingga aku harus mencari cara supaya aku tidak jenuh selama kuliah 4 tahun. Setelah jawaban itu malah pertanyaan seputar TV kampus itu yang terus ditanyakan. Jadi seakan-akan aku sedang diwawancarai untuk masuk stasiun TV, bukan untuk rekrutmen PLN.
Seperti biasa, pengumuman siapa saja yang lulus di PLN juga tidak jelas kapan. Hanya diinformasikan untuk terus memantau web PLN. Aku curiga jangan-jangan ini salah satu strategi PLN untuk meningkatkan rating dan jumlah akses webnya, He..He.. . Selama waktu itu ternyata ada email dari pabrik kimia di Bekasi waktu itu. Dan ternyata.... Tetap saja, aku dinyatakan tidak lulus tes. Dan kali ini yang bisa dilakukan hanya pasrah. Ya, pasrah. Karena satu-satunya kesempatanku untuk memperoleh pekerjaan hanya di PLN. Dimana rekrutmen PLN terkenal sangat susah. Bayangkan saja, jumlah peserta yang lolos di tahap tes kesehatan saja hanya hampir setengah dari jumlah peserta awalnya. Artinya jika ada 50 orang yang tes kesehatan, hanya 25 orang yang lulus tes kesehatan. Dan itu bisa jadi juga terjadi di tes wawancara.
Akhirnya kabar itu pun datang, setelah lama sekali menunggu pengumuman akhirnya ada pengumuman bahwa aku lulus dan diterima bekerja di PLN. Alhamdulillah...... Saat itu adalah saat-saat yang paling membahagiakan. Aku diterima bekerja di perusahaan yang sangat besar, dimana banyak yang ingin bekerja di sana tapi sulit untuk lolos sampai dapat diterima bekerja disana. Mungkin ini adalah 'Misteri' yang disembunyikan selama ini oleh Allah SWT. Selama ini banyak energi terbuang, banyak waktu terbuang dan banyak biaya yang telah dikeluarkan, ternyata semua ini berakhir indah.
Mungkin kisah inilah yang menjadi motivasi yang sangat besar bagiku untuk melakukan pekerjaanku saat ini. Walaupun sangat jauh dari rumah, sangat jauh dari keluarga, namun ini adalah Rezeki yang diberikan kepadaku oleh-Nya. Terkadang jika aku merasa putus asa tentang pekerjaanku, aku selalu berharap bahwa akan ada sesuatu yang sangat indah dibalik semua kejadian yang aku alami. Semua misteri yang Dia simpan tetap menjadi misteri yang tidak pernah aku tahu sampai hal itu terjadi.
Cerita ini akan selalu aku kenang sebagai perjalanan hidupku. Dan tulisan ini akan aku jadikan motivasiku untuk terus berkarir dan berupaya untuk kehidupan yang lebih baik.
Jika Iwan Fals dengan lagu Sarjana Muda -nya menyindir pemerintah mengenai susahnya mendapat pekerjaan di Indonesia, maka lagu itu selalu aku jadikan lagu motivasiku agar tidak menyerah dalam berkarir, karena aku sendiri mengalami bagaimana susahnya mendapatkan karir tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar