Sabtu, 01 Agustus 2015

Anak - Anak Yang 'Dilindungi' Negara



Mungkin kalian semua bakal bingung membaca judul tulisan ini. Ya, karena negara memang memelihara semua anak-anak di Indonesia. Tapi bukan itu yang akan aku maksud, yang aku maksud adalah anak-anak yang disebut di Undang Undang Dasar kita, UUD 1945, Pasal 34 Ayat (1) : “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Sebenarnya anak-anak yang aku ceritakan kali ini tidak sepenuhnya bisa disebut ‘terlantar’, cuma menurutku seharusnya mereka tidak melakukan hal-hal itu untuk menyambung hidupnya.

Bagi kalian yang belum mengenal aku atau baru membuka blog-ku Absurd ini, perkenalkan namaku Cahya. Aku lahir dan dibesarkan di Surabaya, walau pada kenyataannya aku tinggal di kecamatan Waru - kabupaten Sidoarjo yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya. Sudah sekitar 3 tahun ini aku merantau di Sulawesi, sekitar 5 bulan di Makassar dan kemudian pindah ke Mamuju – Sulawesi Barat. Selama di dua kota itu aku memperhatikan ada banyak anak-anak yang menyambung hidupnya di jalanan tapi berbeda cara untuk dapat menyambung hidupnya.

Yang pertama adalah di Makassar, pertama kali datang ke Makassar aku menyempatkan diri untuk berbelanja di Mall Panakukkang sebuah mall yang cukup besar di Makassar. Pemandangan cukup mencolok hadir ketika aku keluar dari mall dan melihat banyaknya anak-anak yang berlari di perempatan jalan di sekitar traffic light. Dengan jumlah yang cukup banyak mereka menghampiri satu per satu kendaraan yang berhenti untuk memohon belas kasihan dari pengendara-pengendara di sana. Mungkin sebenarnya di Surabaya dulu juga ada anak-anak seperti itu, tapi yang membuat aku kaget adalah jumlahnya yang cukup banyak dan ini belum pernah aku temui di Surabaya, padahal perempatan itu juga gak besar-besar amat menurutku. 

Anak Jalanan Di Perempatan Mall Panakukkang Makassar (Sumber: Blog The Afdhal)

Pernah suatu hari aku ke sana dan kondisi cuaca saat itu hujan sangat deras. Dan ternyata mereka masih saja ada di sana dan sambil hujan-hujanan mereka menghampiri satu per satu kendaraan yang berhenti area lampu merah. Miris memang, tapi ada satu lagi yang membuat miris, tepat di halaman sebuah Ruko yang cukup besar yang lokasinya pas di sudut perempatan jalan Mall Panakukkang itu, ada banyak ibu-ibu yang berpakaian bak pengemis yang hanya berteduh tanpa menyuruh anak-anak kecil itu untuk minggir dan menunggu hujan reda. Banyak yang mengira mereka itu adalah Orang Tua dari si anak-anak kecil ini. Tapi Orang Tua macam apa yang membiarkan anaknya melawan hujan untuk meminta belas kasihan sedangkan dia sendiri hanya duduk berteduh. Tapi itu dulu sekitar tahun 2012, karena belakangan ini pemandangan itu sudah tidak lagi aku temui di sana. Semoga saja itu adalah hasil tindakan positif dari Pemerintah Daerah setempat.

Tapi ada satu hal yang dari pertama aku menginjakkan kaki di Makassar sampai sekarang masih saja ada, yaitu anak-anak yang meminta-minta di Terminal Bus di Daya - Makassar. Di sana akan dapat ditemui bermacam-macam anak yang berusaha untuk menyambung kehidupannya, mulai dari mereka yang menjajakan air mineral, menjajakan apel dan buah yang bisa mereka bawa sampai mereka yang hanya berkeliling sambil meminta-minta. Ada satu anak di sana yang bukannya membuat orang menjadi kasihan malah membuat orang jadi enggan untuk mengasihinya dan malah cenderung kesal. Dia ini adalah anak yang hanya berjalan meyusuri lorong bus tanpa berkata apa pun dengan menadahkan tangan kanan untuk meminta uang dan tangan kirinya dengan santai memegang minuman khas jajanan anak-anak yang sedang di-sruput-nya. Kita sendiri yang melihat jadi bingung, sebenarnya anak ini mau meminta-minta untuk membantu keluarganya atau hanya sekedar untuk membeli jajanannya. Entah lah, yang jelas aku pribadi kalau ragu-ragu dan berujung tidak ikhlas mending tidak usah aku beri sekalian.

Berbeda lagi dengan yang ada di Mamuju. Selama aku di Mamuju yang hampir menginjak 3 tahun lamanya, belum pernah aku menemui pengemis yang berkeliaran walau di Terminal sekali pun. Luar biasa kan? Ya, memang itu salah satu kelebihan kota ini menurutku. Tapi jangan salah, walaupun tidak ada pengemis, tapi di sini banyak sekali ditemui anak-anak kecil yang berkeliling menjual stiker. Stiker yang mereka jual ini bukan sembarang stiker, karena mereka menjual stiker yang bertuliskan Ayat Kursi. Aku curiga jangan-jangan ada misi dakwah terselubung yang dilakukan anak-anak ini. Jangankan orang-orang yang berpakaian muslim, bahkan orang-orang yang jelas-jelas non muslim pun juga ditawari stiker ini oleh mereka. Walaupun mereka tidak mengemis, tapi cara jualannya itu lho.. Saya sendiri yang seorang penganut Islam kadang-kadang sampai bingung dengan mereka ini, hampir setiap hari mereka berjualan stiker Ayat Kursi. Kalau kita beli di salah satu anak, anak-anak yang lainnya bakalan menyerbu kita juga. Lah buat apa punya stiker ayat kursi yang banyak, mau ditempel semua di rumah? Mungkin bukan cuma setan atau jin yang bakalan enggan masuk rumah kita, tapi malaikat juga bakalan bingung lihat rumah yang penuh stiker ayat kursi. Menurutku seharusnya mereka kreatif lah, jangan setiap hari jualan stiker ayat kursi. Buat saja ayat-ayat atau surat-surat lain. Jadi kan menguntungkan kedua belah pihak, baik penjual stiker maupun pembeli. Ngerti gak maksudku?

Jadi begini penjelasannya, seandainya anak-anak ini di hari pertama berjualan stiker bertuliskan Surat Al-Fatihah dan saya membelinya, hari kedua dia berjualan stiker bertuliskan Surat Al-Baqarah dan saya membelinya, sampai terakhir dia berjualan stiker bertuliskan surat An-Nas dan sampai terakhir itu juga saya beli stikernya, kan dia sudah untung banyak karena dapat banyak uang dan saya sendiri juga untung karena sudah khatam Al-Quran. Menguntungkan kedua belah pihak kan? He..He..
 
Tapi apapun itu, seharusnya mereka tidak berada di sana untuk menjajakan stiker itu. Karena ujung-ujungnya mereka juga meminta-minta tapi dengan cara yang lebih tersamarkan. Tulisan ini sebenarnya aku buat bukan karena aku ingin mengkritik pemerintah, tapi aku juga mengkritik kita semua termasuk saya pribadi. Mungkin saja mereka-mereka ini ada karena kurangnya kepedulian kita terhadap mereka, mungkin saja kita kurang bersedekah atau berzakat yang sebenarnya dapat membantu mereka, atau mungkin saja kita sudah bersedekah dan berzakat tapi sasarannya yang kurang tepat. Semua itu cuma kemungkinan-kemungkinan saja. Yang jelas, jika sedekah kita zakat kita sudah tepat dan disertai adanya tindakan yang lebih maksimal dari pemerintah setempat mungkin mereka-mereka ini tidak pernah ada. Mungkin..

Senin, 23 Februari 2015

Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW Di Tanah Sulawesi

Maulid Nabi Muhammad adalah peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang selalu diperingati setiap 12 Rabiul Awal di beberapa negara. Di Indonesia peringatan agama ini sudah menjadi peringatan hari besar agama Islam yang diakui negara. Dan bahkan tanggal tersebut sudah menjadi hari yang membahagiakan tidak hanya untuk umat Islam saja namun juga bagi umat lain, karena hari itu adalah hari LIBUR BERSAMA. Dan begitulah, mungkin libur bersama dalam rangka menyambut hari besar agama merupakan salah satu bentuk solidaritas antar umat beragama di Indonesia, mungkin..

Terlepas dari pembahasan libur bersama, beberapa daerah di bumi Nusantara ini memiliki tradisi yang berbeda-beda untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Di Jawa Timur tempat kelahiranku, Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati dengan cara membagi-bagikan kue Apem dan Tumpeng. Biasanya acara ini dilakukan di masjid-masjid, dan acara ini dipastikan selalu ramai, terutama ramai oleh anak-anak kecil yang dengan sarungnya siap menampung kue Apem dalam jumlah yang tak terbatas (termasuk aku dulu).

Dan saat ini, ketika aku merantau di Sulawesi ternyata tradisi memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan cara yang berbeda. Kebetulan dulu aku sempat merayakan Maulid Nabi di Makassar dan saat ini saya merayakannya di Mamuju - Sulawesi Barat. Selama saya merantau di dua daerah ini, Maulid Nabi Muhammad SAW selalu identik dengan Pohon Pisang dan Telur Rebus yang dihias dan disimpan di mangkuk-mangkuk plastik/kertas kecil yang kemudian semuanya dihias dan di-'tancap'-kan di pohon pisang.



Pohon Pisang Yang Sudah Dihias Beserta Telur Rebus Untuk Peringatan Maulid Nabi

Pohon pisang yang sudah dihias ini terlihat ramai, bukan hanya karena mangkuk-mangkuk kecil yang menghiasi, selain itu warna-warna yang bervariasi ikut meramaikan pohon pisang ini. Pertama kali melihat tradisi ini, aku yang merupakan perantau di daerah ini merasa penasaran tentang apa makna dibalik pohon pisang yang dihias ini. Kenapa harus pohon pisang? Kenapa bukan pohon Kelapa atau Pohon Jati? Dan kenapa harus telur?

Pertanyaan ini sempat aku tanyakan ke seorang 'Yang Dituakan' di PLN Area Mamuju, namanya Mr. Talib. Dengan beberapa alasan yang cukup logis, dia menjelaskan analisa mengenai tradisi tersebut:
  1. Alasan dipilihnya Pohon Pisang adalah, kalau saja yang dipasang adalah pohon kelapa tentu saja bakalan sangat berat untuk membawanya ke tempat perayaan Maulid. Apalagi kalau harus ditancapkan dengan lidi untuk tempat gantungan telur, harus butuh Bor untuk melubangi pohonnya. Kalau pohon pisang kan mudah, tinggal ditancap saja.
  2. Alasan dipilihnya Telur adalah, kalau yang digantung itu Ayam bakalan susah. Jangankan digantung di pohon pisang, baru mau dipegang saja ayamnya sudah lari kesana-kemari.
Analisa tersebut cukup logis, tapi tidak cukup ilmiah. Analisa-analisa tersebut harus diuji dulu di ITB dan IPB. Dan tentu saja harus diuji di ITS dan PENS (catatan: kalimat ini mengandung unsur promosi).

Namun analisa tersebut terbantahkan semua oleh penjelasan seorang Ustadz yang mengisi peringatan Maulid Nabi di PLN Area Mamuju. Ada beberapa alasan kenapa tradisi Maulid Nabi dibuat seperti itu:
  1. Pohon pisang bermakna, perjuangan yang tanpa henti sebelum membuahkan hasil. Pohon pisang adalah pohon yang baru akan mati jika sudah berbuah. Jika belum berbuah walaupun ditebang akan tetap saja akan tumbuh lagi. Artinya kita seharusnya membuahkan sesuatu yang dapat dinikmati orang lain sebelum dia meninggalkan tempat tersebut, kita harus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain di sekitar kita. Selain itu Pohon pisang hanya bisa berbuah satu kali, yang bermakna kita harus satu kali membuat suatu keputusan, harus tegas alias tidak boleh Mencla-Mencle kalau kata orang Jawa.
  2. Telur bermakna, kita harus bermanfaat bagi semua orang disekitar kita bukan suku-suku atau golongan-golongan tertentu saja. Hal ini digambarkan dengan telur yang dapat dinikmati oleh semua manusia dari semua kalangan umur.
  3. Hiasan yang bewarna-warni bermakna, Bhinneka Tunggal Ika alias Berbeda-beda tapi tetap satu jua. Hiasan warna-warni yang menghiasi pohon pisang membuat indah pohon pisang tersebut, tentunya pohon pisang tersebut tidak akan indah jika hiasannya hanya satu warna saja. Begitu juga manusia, perbedaan itu akan membuat persatuan semakin indah.
Ternyata ada makna yang cukup besar dibalik tradisi perayaan Maulid Nabi di daerah ini.

Kegiatan Maulid Nabi ini sendiri ditutup dengan entah tradisi juga atau cuma kebiasaan saja, yaitu berebut telur yang sudah dihias yang digantung di pohon pisang. Kegiatan ini yang membuat perayaan semakin ramai. Hampir semua peserta maju berebut telur yang sudah dihias itu. Saya sendiri sebagai peserta perayaan yang baik, tentu saja juga ikut meramaikan suasana, ikut berebut telur maksudnya. Setelah penuh perjuangan dan kerja keras akhirnya saya berhasil mendapatkan telur hias tersebut (Ha..Ha... Tertawa puas..).


Peserta Berebut Telur Yang Sudah Dihias

Dengan Bangga Memamerkan Hasil Perburuan Telur Hias

Dan beginilah suasana Maulid Nabi Muhammad SAW di tanah Sulawesi. Mungkin saja beberapa daerah lain juga memiliki tradisi yang berbeda. Namun bagaimana pun cara merayakannya, yang terpenting dari perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW ini adalah bagaimana kita sebagai umat Islam dapat mencontoh suri tauladan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan juga dapat menjadikan kisah-kisah beliau sebagai inspirasi dalam kehidupan kita sehari-hari.

Ini adalah tradisi di Sulawesi, bagaimana dengan daerahmu?